Jumat, 06 Desember 2019

Pelukan hangat terakhir dari seorang Ibu

   Aku tak pernah di lahirkan oleh beliau. Bahkan akupun baru mengenalnya di usiaku yang ke-25 tahun pada waktu itu. Entah mengapa hari ini terbersik dalam ingatanku tentang sosok beliau? padahal sudah lama aku tak bersua dengannya, ku dengar beliau terbaring di rumah sakit, Sosok pendiam namun ramah penuh dengan kehangatan. Jarak yang begitu jauh membuatku tak bisa menjeguknya, dari sini pun aku mendoakan agar beliau tetap sehat dan kembali tersenyum walau tak ada aku di sampingnya. Jujur aku rindu dengannya seperti rinduku kepada ibu kandungku sendiri.

    Namanya akan tetap lekat di hatiku. Aku akan tetap mengingatnya sampai kapanpun. Aku rindu dengan pelukan beliau pada saat terakhir kalinya aku pamit pulang, dekapan yang begitu erat bahkan beliau seakan tak ingin melepaskan pelukan itu dengan isak tangis yang mengharu biru.Tak bisa ku pungkiri bahwa aku pernah tinggal di rumah beliau, makan dan tidur di kediamannya yang sederhana tapi penuh dengan kehangatan seperti rumahku sendiri. Ku tulis kisah ini di pagi hari dengan segelas kopi pengobat rindu, aroma kopi di pagi hari menuangkan kenangan kasih sayangnya kala itu. Tak banyak bicara tapi senyumnya mengisyaratkan bahwa aku adalah bagian dari keluarganya. Kini aku kehilangan senyumannya dan kini aku hanya bisa duduk di teras rumah dan menikmati sisa kopiku pagi ini.

   Di sana aku pernah menikmati indahnya sawah yang hijau membentang sejauh mata memandang yang tak pernah ku temukan di kampungku sendiri, merasakan dinginnya embun di pagi hari dan sepi yang terbungkus sunyi di malam hari. Hanya suara jangkrik yang melantunkan syair-syair merdu nan indah seakan ingin memecah keheningan malam. Aku berharap malam itu ada bintang yang menyapaku, ternyata bulan pun bersembunyi di balik awan hitam karena hujan yang jatuh dengan derasnya, hingga menghentikan nyanyian suara jangkrik. Akupun terpaku pada sosok seorang Ibu yang masih terjaga menunggu anak-anaknya terlelap dan memastikan bahwa mereka akan tetap hangat di balik selimut kasih sayang yang beliau berikan.

   Ingatanku kembali pada sosok beliau, dimana pertama kali kami bertemu, di teras rumah itu menjadi saksi bisu seorang ibu menyambutku dengan senang hati seakan sedang menanti anaknya yang sudah lama di perantauan.